Manusia dan Kegelisahan

Manusia dan Kegelisahan

Kisah Geng Motor dan Kegelisahan Hakim

Kisah kekerasan anggota geng motor yang mengakibatkan kematian kelasi Arifin akhir Maret lalu menambah pekerjaan rumah bagi polisi. Arifin, anggota TNI AL, dianiaya di kawasan Pademangan Utara, diduga sebagai pelampiasan balas dendam geng motor.

Kasus kematian Arifin menyebar setelah rekaman CCTV diputar di televisi. Polisi bergerak. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri, M. Taufik, memastikan polisi sudah menangkap JRR, pria yang ditengarai sebagai pelaku. JRR langsung ditetapkan sebagai tersangka. “Berkaitan dengan kasus penganiayaan anggota TNI AL di Pademangan, dan sudah jadi tersangka,” jelas Taufik.

Ditambahkan jenderal polisi bintang satu itu, polisi masih mengembangkan penyelidikan untuk mencari pelaku lain. Aksi pengeroyokan yang mengakibatkan kematian Arifin diduga masih berkaitan dengan aksi geng motor sepekan kemudian yang menewaskan satu orang korban di bilangan Danau Sunter Utara, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Aksi kekerasan yang melibatkan geng motor bukan kali ini saja terjadi dan berbuntut panjang. Di beberapa daerah, aksi serupa sudah sangat meresahkan warga. Di Makassar, warga yang kesal akhirnya bergabung dengan polisi mengejar dan menghalau anggota geng. Adakalanya aksi geng motor karena persaingan antar anggota geng, tetapi, kata Taufik, ada pula tanpa motif. Hanya ingin membuktikan anggota geng motor punya nyali tinggi. “Ada penghargaan karena punya nyali tinggi,” kata Taufik.

Tengok saja putusan Mahkamah Militer II-09 Bandung (putusan No. 184-K/PM.II-09/X/2006) yang menghukum seorang prajurit TNI karena penganiayaan. Meskipun dihukum karena penganiayaan, kasus ini buntut dari balapan motor di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Lain pula yang menimpa Dany Rodyana. Anggota geng motor Brigez ini dibawa ke meja hijau lantaran ‘bersama-sama dan di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan mati’. Korban perbuatan Dany dan teman-temannya adalah Sandi, anggota geng motor XTC. Terbukti melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, Dany dihukum PN Bandung 2,5 tahun penjara. Barang bukti motor RX King dijadikan barang bukti untuk perkara lain. Upaya kasasi Danny kandas seperti tertuang dalam putusan yang dipublikasikan di laman Mahkamah Agung. Majelis hakim dipimpin Djoko Sarwoko menolak permohonan kasasinya pada 4 Maret 2009 silam (putusan No. 327K/Pid/2009).

Aksi balapan liar atau geng motor sebenarnya bukan gejala yang terjadi satu dua tahun belakangan. Puluhan tahun lalu, kasus ‘pengebut-pengebut remaja’ telah menarik dan menggelisahkan sejumlah hakim di Bandung. Pada 1975 hakim-hakim di wilayah Jawa Barat membahas secara khusus masalah yang mereka sebut sebagai ‘pengebut-pengebut remaja’.

Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat (saat itu), Adi Andojo Soetjipto, memulai dengan tulisan tentang bagaimana kebijakan hakim untuk menghukum pelaku balapan liar. “Akhir-akhir ini, pihak berwajib dan masyarakat di beberapa kota besar di Indonesia, kembali dipusingkan oleh adanya anak-anak muda yang menyalahgunakan kebebasannya dengan melanggar peraturan lalu lintas sesuka hatinya,” Adi Andojo memulai tulisannya. Tulisan itu dibuat, kata dia, agar hakim bisa memilih hukuman yang paling baik atau tepat bagi pengebut-pengebut remaja.

Adi Andojo menulis, hukuman yang dijatuhkan ‘haruslah dititikberatkan pada tujuan mendidik’. Sebelum menghukum, hakim perlu tahu latar belakang kehidupan pelaku. Atas dasar laporan mengenai kehidupan pelaku itulah hakim menjatuhkan hukuman atau tindakan yang pantas bagi pengebut-pengebut remaja. Adi bercerita dalam tulisannya, pernah ada hakim yang menjatuhkan hukuman 10-15 hari kurungan kepada pelaku yang masih anak-anak. Hukuman itu relarif berat dan merupakan ‘tindakan drastis’. Setelah hukuman itu, kebut-kebutan motor jadi berkurang.

Hukuman terhadap anak-anak haruslah ringan. Tetapi  pada bagian akhir tulisannya seperti termuat dalam Bina Yustisia No. 6 Tahun 1975, Adi Andojo setuju pelaku balapan liar yang disertai judi ‘dikenakan hukuman kurungan dengan atau tanpa syarat’.

Suratman, hakim PN Tasikmalaya, berpendapat hukuman yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP tidak tepat diterapkan kepada pengebut-pengebut yang masih anak-anak dan remaja. Kalaupun ada tindakan represif, sebaiknya memanfaatkan lembaga pendidikan anak-anak nakal.

Putusan yang bertujuan mendidik bukan satu-satunya solusi bagi pengebut-pengebut remaja. Ketidakseimbangan dalam masyarakat yang timbul akibat perbuatan pelaku juga harus menjadi bahan pertimbangan hakim. “Putusan hakim sekali-kali tidak bersifat eenzijdig, tidak saja mempertimbangan kepentingan pendidikan si anak saja, tetapi juga harus mengembalikan ketidakseimbangan dalam masyarakat akibat perbuatan pidana si anak itu,” tulis Bachtiar Dain menanggapi tulisan Adi Andojo.

Catatan kegelisahan hakim-hakim di Bandung kini terekam dalam buku Bina Yustisia: Kumpulan Tulisan Hakim-Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung Beserta Tanggapan-Tanggapannya(1977). Puluhan tahun kemudian, aksi yang disebut para hakim ‘pengebut-pengebut remaja’ masih terus terjadi, bahkan lebih massif lagi.

Pendapat saya :

Kegelisahan adalah keadaan psikologis dan fisiologis dicirikan oleh komponen somatik, emosional, kognitif, dan perilaku. Hal ini bisa kita kaitkan dengan masalah geng motor.

Geng motor?apa yang ada dibenak anda jika mendengar kata geng motor?saya yakin kalian akan merasa ngeri. Wajar saja anda merasa ngeri karena sudah banyak kejadaian geng motor membuat masalah. Mereka merusak fasilitas umum. Mereka melukai para pengguna jalan lain. Bahkan mereka tidak segan-segan untuk membunuh. Perbuatan mereka ini sungguh sangat disayangkan. Selain merusaka nama citra geng motor atau community motor yang lain, mereka juga membuat masyarakat merasa gelisah. Tentu masayarakat merasa was-was dan geliasah dengan apa yang telah dilakukan oleh oknum geng motor yang sangat tidak bertamggung jawab tersebut.

Aksi kekerasan yang dilakukan geng motor bahkan terus terjadi. Korban terus berjatuhan. Bukan kejahatan baru. Ironisnya, penindakan hukum terhadap anggota geng motor pelaku kejahatan nyaris tak terdengar. Kalaupun banyak yang tertangkap, sebagian hanya didata di kantor polisi, motornya ditahan, dinasihati, lalu pelaku dibiarkan pulang ke keluarganya.

Padahal, kehadiran geng motor sering menimbulkan kejahatan yang berakhir dengan kehilangan nyawa. Demikian pula halnya dengan balapan motor yang diiringi dengan judi dan minum-minuman keras. Buntut balapan motor bisa berupa kejahatan lain.

Saya harap pihak yang berwenang mampu mengatasi masalah ini agar masyarakat merasa aman dan tidak merasa gelisah.

Tinggalkan komentar